Saat ini banyak anak Indonesia yang mengenyam pendidikan
di luar negeri, baik karena memperoleh beasiswa atau biaya sendiri. Pastinya,
ada hambatan-hambatan yang dihadapi selama berkuliah di luar negeri, mulai dari
perbedaan bahasa, budaya, iklim, dan masih banyak lagi. Apalagi, mereka juga
dituntut mandiri di tempat yang asing. Oleh karena itu, pengalaman anak-anak
Indonesia yang berkuliah di luar negeri dapat menjadi sebuah cerita yang
menarik.
Untuk mengembangkan ide cerita ini, penulis memilih satu
orang narasumber, yang bernama Epafroditus Woriassy berkuliah di Nanjing s,
Cina jurusan teknik mesin. Laki-laki yang biasa disapa Epa ini, adalah penerima
beasiswa dari pemerintah Papua untuk menyelesaikan S1 di Cina. Rencananya di tahun
2016, ia akan meneruskan S2nya.
Suka Duka Kuliah di
LN
Banyak orang berpikir, kuliah ke luar negeri adalah hal
yang mahal. Meskipun, dapat dilakukan dengan mencari beasiswa, ini bukanlah hal
yang mudah dicapai. Belum lagi, adanya perbedaan bahasa, budaya, dan perasaan
jauh dari rumah. Sehingga, banyak orang yang ingin kuliah ke luar negeri, tapi
tidak berani berusaha mencapainya dan melakukannya.
Epafroditus Feriago Woriassy (25), yang biasa disapa Epa.
Sudah setahun kembali ke tanah air dari Cina, ia berhasil menyelesaikan studi
teknik mesinnya, di Nanjing University of Aeronautics and Astronautics (NUAA),
Cina.
“Dingin, bro...” ujarnya, saat ditanya bagaimana kesan
pertamanya begitu tiba di Nanjing. Di bulan September 2010 adalah musim gugur
di Cina, di mana suhunya mencapai 16 derajat celcius.
Tapi, untungnya Epa disana tidak sendirian. Ia memiliki
beberapa teman yang juga mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Papua, dan salah
satunya menjadi teman sekamar. Di NUAA, mahasiswa disediakan kamar asrama yang
bisa ditempati dua orang tiap kamarnya. Namun, disana Epa tidak membaur dengan
mahasiswa asli Cina, sebab ia masuk ke kelas internasional, di mana asramanya
juga berisi mahasiswa yang berasal dari negara lain seperti Amerika, Korea, dan
Afrika.
Dengan cepat Epa membaur dengan teman-temannya dari
negara lain. Pasalnya, mereka sering mengadakan acara makan-makan dan
jalan-jalan bersama.
“Seneng sih, bisa kenal orang-orang baru. Cepet akrab
juga, karena sering makan dan jalan-jalan bareng,” kata Epa.
Namun, Epa tidak hanya bersenang-senang disana, ia juga
menemui beberapa hambatan terutama soal pendidikan.
“Disana dosennya pelit nilai,” ujarnya. “Kan kalo di
Indonesia, guru kasih nilai karena perilaku kadang juga karena kasian aja, disana gak ada yang kaya gitu.”
Selain itu, di NUAA tidak memperkenankan mahasiswanya
mengulang mata kuliah jika mendapatkan nilai di atas 60. Sehingga, sulit
mendapatkan GPA tinggi. “Kan kalo di Indonesia, katanya boleh ngulang pake
semester pendek atau di semester depannya. Udah gitu, nilai 60 itu di GPA cuma
dapet poin 1.”
Belum lagi, ujiannya yang dipantau CCTV yang diletakkan
di setiap sudut ruangan. “Jadi, kalo ujian jumlah CCTV ada empat. Kalo ketauan
nyontek langsung di keluarkan dari sekolah,” jelas Epa.
![]() |
Epa paling kanan |
Epa juga mengalami kendala bahasa, meskipun sebelum
berangkat ia mengaku telah menjalani kursus Bahasa Mandarin selama 3 bulan.
Jadi untuk berbicara dengan orang lokal jika sedang keluar cari makan atau
berbelanja, Epa seringkali membawa kamus kecil atau menggunakan translator
online di handphonenya.
Saat ditanya soal perbedaan budaya, Epa mengaku kaget
kalau disana orang-orang lokal sudah meludah sembarangan, bahkan saat berada di
tempat makan. “Awalnya sih rada jijik, tapi mau gimana, gue kan tamu di tempat
mereka. Jadi, gue berusaha biasa aja.” Selain itu, ia mengaku suka mendapatkan
tatapan sinis dari orang-orang berusia lanjut, yang tampaknya belum terlalu
menerima kedatangan orang asing.
Tapi soal makanan, Epa merasa cocok. Bahkan, menurutnya
rasanya lebih enak daripada makanan di Indonesia dengan harga yang jauh lebih
murah. Hanya saja, ia mengaku kangen nasi padang, saat menempuh studinya di
Nanjing. “Ya paling kangen nasi padang aja sih,” ujarnya sambil tertawa.
RAYMON SUDONO MANDRAWA/1305003541/ TUA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar