23 November 2015

Saat ini banyak anak Indonesia yang mengenyam pendidikan di luar negeri, baik karena memperoleh beasiswa atau biaya sendiri. Pastinya, ada hambatan-hambatan yang dihadapi selama berkuliah di luar negeri, mulai dari perbedaan bahasa, budaya, iklim, dan masih banyak lagi. Apalagi, mereka juga dituntut mandiri di tempat yang asing. Oleh karena itu, pengalaman anak-anak Indonesia yang berkuliah di luar negeri dapat menjadi sebuah cerita yang menarik.
Untuk mengembangkan ide cerita ini, penulis memilih satu orang narasumber, yang bernama Epafroditus Woriassy berkuliah di Nanjing s, Cina jurusan teknik mesin. Laki-laki yang biasa disapa Epa ini, adalah penerima beasiswa dari pemerintah Papua untuk menyelesaikan S1 di Cina. Rencananya di tahun 2016, ia akan meneruskan S2nya.
Suka Duka Kuliah di LN
Banyak orang berpikir, kuliah ke luar negeri adalah hal yang mahal. Meskipun, dapat dilakukan dengan mencari beasiswa, ini bukanlah hal yang mudah dicapai. Belum lagi, adanya perbedaan bahasa, budaya, dan perasaan jauh dari rumah. Sehingga, banyak orang yang ingin kuliah ke luar negeri, tapi tidak berani berusaha mencapainya dan melakukannya.
Epafroditus Feriago Woriassy (25), yang biasa disapa Epa. Sudah setahun kembali ke tanah air dari Cina, ia berhasil menyelesaikan studi teknik mesinnya, di Nanjing University of Aeronautics and Astronautics (NUAA), Cina.
“Dingin, bro...” ujarnya, saat ditanya bagaimana kesan pertamanya begitu tiba di Nanjing. Di bulan September 2010 adalah musim gugur di Cina, di mana suhunya mencapai 16 derajat celcius.
Tapi, untungnya Epa disana tidak sendirian. Ia memiliki beberapa teman yang juga mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Papua, dan salah satunya menjadi teman sekamar. Di NUAA, mahasiswa disediakan kamar asrama yang bisa ditempati dua orang tiap kamarnya. Namun, disana Epa tidak membaur dengan mahasiswa asli Cina, sebab ia masuk ke kelas internasional, di mana asramanya juga berisi mahasiswa yang berasal dari negara lain seperti Amerika, Korea, dan Afrika.
Dengan cepat Epa membaur dengan teman-temannya dari negara lain. Pasalnya, mereka sering mengadakan acara makan-makan dan jalan-jalan bersama.
“Seneng sih, bisa kenal orang-orang baru. Cepet akrab juga, karena sering makan dan jalan-jalan bareng,” kata Epa.
Namun, Epa tidak hanya bersenang-senang disana, ia juga menemui beberapa hambatan terutama soal pendidikan.
“Disana dosennya pelit nilai,” ujarnya. “Kan kalo di Indonesia, guru kasih nilai karena perilaku kadang juga karena kasian aja, disana gak ada yang kaya gitu.”
Selain itu, di NUAA tidak memperkenankan mahasiswanya mengulang mata kuliah jika mendapatkan nilai di atas 60. Sehingga, sulit mendapatkan GPA tinggi. “Kan kalo di Indonesia, katanya boleh ngulang pake semester pendek atau di semester depannya. Udah gitu, nilai 60 itu di GPA cuma dapet poin 1.”
Belum lagi, ujiannya yang dipantau CCTV yang diletakkan di setiap sudut ruangan. “Jadi, kalo ujian jumlah CCTV ada empat. Kalo ketauan nyontek langsung di keluarkan dari sekolah,” jelas Epa.
Epa paling kanan
Epa juga mengalami kendala bahasa, meskipun sebelum berangkat ia mengaku telah menjalani kursus Bahasa Mandarin selama 3 bulan. Jadi untuk berbicara dengan orang lokal jika sedang keluar cari makan atau berbelanja, Epa seringkali membawa kamus kecil atau menggunakan translator online di handphonenya.
Saat ditanya soal perbedaan budaya, Epa mengaku kaget kalau disana orang-orang lokal sudah meludah sembarangan, bahkan saat berada di tempat makan. “Awalnya sih rada jijik, tapi mau gimana, gue kan tamu di tempat mereka. Jadi, gue berusaha biasa aja.” Selain itu, ia mengaku suka mendapatkan tatapan sinis dari orang-orang berusia lanjut, yang tampaknya belum terlalu menerima kedatangan orang asing.
Tapi soal makanan, Epa merasa cocok. Bahkan, menurutnya rasanya lebih enak daripada makanan di Indonesia dengan harga yang jauh lebih murah. Hanya saja, ia mengaku kangen nasi padang, saat menempuh studinya di Nanjing. “Ya paling kangen nasi padang aja sih,” ujarnya sambil tertawa.


RAYMON SUDONO MANDRAWA/1305003541/ TUA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar