21 November 2015

KUTUKAN TERINDAH BAGI SI TUKANG OJEK


Kutukan Terindah bagi Si Tukang Ojek




Semilir hembusan angin di pagi hari. Suara mesin motor serta gesekan antara ban dan aspal mulai memecah keheningan. Seorang insan yang lahir dengan ketidaksempurnaan melaju cepat dengan motornya untuk mencari sebutir nasi. Tawa, ejekan kadang membuat hati tercabik ingin meronta, tetapi wajah membalas dengan sebuah senyuman.


“Itulah hidup saya selama ini,” tutur Pak Hassan, pria yang memiliki badan yang cacat namun telah mengabdikan lebih dari separuh hidupnya menjadi tukang ojek.

Oleh Cheryl Antoinette

Sulaiman Hassanudin, akrab disapa Hassan. Pria kelahiran Jakarta, 18 September 1964 ini adalah seorang pria yang telahir tidak sempurna. Ia memiliki tubuh yang sangat pendek, dengan tulang punggung yang amat menonjol. Walau ia terlahir cacat, tidak pernah terlintas rasa minder dalam benaknya.

Sampai sekarang Hassan tidak pernah melupakan apa yang dikatakan oleh Almh. Fatimah yang adalah ibunya. Sejak kecil ibunya adalah satu-satunya orang yang selalu ada untuknya. “Ibu saya pernah pesan sama saya,  biarpun saya begini, saya tetap harus  kerja yang giat dan cari uang,” kenang Hassan.

Karena semua ucapan Almh Fatimah, Hassan sebagai tulang punggung keluarga ini telah memiliki  profesi sebagai tukang ojek. “Saya tahu saya bukan tukang ojek pada lazimnya, awalnya untuk menggapai gas dan rem saja sudah sulit, tetapi demi bisa mencari uang saya lakukan modifikasi motor ini sendiri,” ujarnya.

Sebelum ayam berkokok ayah dari 1 orang anak ini, sudah pergi dari rumah mungilnya untuk mencari penumpang. “Saya sudah berangkat dari jam 4 pagi, kalau pagi cuma saya yang ada di pangkalan. Ya buat nganterin orang-orang yang mau berangkat kerja,” ucap Hassan.

Penghasilan pria berwajah keriput, rambut yang mulai beruban, dan tubuh yang ringkih ini terbilang sangat kecil, namun Hassan tetap saja mengatakan bahwa hal itu adalah anugrah baginya. “Penghasilan mah sehari 30 ribu, buat bensin 10 ribu. Paling sisa 20 ribu, buat dapur aja kurang. Apalagi ditambah ada gojek, saingan menjadi semakin berat, tau dah pusing,”  katanya.

Semua tetes keringatnya, hanya dilakukan untuk menghidupi dirinya dan anaknya, Amel. Sejak sang istri meninggal,  ia rela untuk selalu menabung selama hidupnya demi putri kesayangannya. “Hassan selama ini adalah ayah yang hebat. Demi Amel, ia rela untuk menghabiskan hampir semua uangnya untuk membiayainya sekolah di Malaysia,” cerita Nuraidah, kakak Hassan.

Hambatan tidak pernah henti datang dalam hidupnya. Ia seringkali mendapat cemooh yang membuat hatinya seolah tercabik, namun ia tetap bersyukur pada Allah yang menciptakan dirinya. “Teman saya paling kuat itu dia, Hassan bukan lagi sering dihina bocah kampung, tapi pelanggan saja kadang tidak mau naik ojek dia kalau ada kita, karena mereka seringkali tidak percaya bahwa ia mampu,” tutur Arif, teman sesama ojek.

Menurut Hassan walau mendapat cemooh dari banyak orang, apa yang ia alami biarkan menjadi kutukan terindah yang pernah ada dalam dirinya. Ia juga tidak pernah berhenti untuk bersyukur pada Allah atas apa yang terjadi dalam hidupnya. “Kutukan terindah karena saya bisa lebih daripada orang-orang, saya juga bisa mengkuliahkan anak saya dan saya memiliki lebih banyak dukungan dari keluarga untuk bisa kuat hidup di dunia,” ujarnya dengan terbata-bata.

Kehidupan Hassan bila diamati sama sekali jauh dari sempurna. Namun, hati yang ikhlas membuat dirinya melihat hidup sebagai sebuah kesempurnaan. Kutukan yang terindah adalah hidup yang ia jalani. Keluhan tak pernah keluar dari mulutnya. Lantas layakkah kita mengeluh atas kehidupan ini?







Cheryl Antoinette (TuA)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar