22 November 2015

PRODUK KAKAO INDONESIA KIAN BERMASALAH

      

      PRODUKSI KAKAO INDONESIA KIAN BERMASALAH

 
                              Sumber gambar: bisnis.tempo.com

Para petani kakao di wilayah Palu,  belum bisa menikmati hasil panen walaupun nilai tukar Dollar AS sudah menguat sejak setahun terakhir. Usia tanaman yang sudah tua, biaya produksi yang semakin mahal, serangan hama penyakit, adanya perubahan serta harga jual yang merosot merupakan penyebab lahan kakao mengalami penurunan produksi. Oleh karena itu, banyak pelaku di sector perkebunan malas untuk mengurus dan mengembangkan kebun kakao.
Petani di daerah Toraja  bahkan menelantarkan lahan kakao padahal sebagian daerahnya merupakan penghasil komoditas perkebunan di Sulsel. Kompas memantau pecan lalu, tanaman kakao tersebut dibiarkan meranggas dan ditumbuhi ilalang bahkan sebagian kakao dibiarkan mengering dan membusuk di pohon.
“Buat apa dipanen kalau tidak ada harga. Sudah beberapa tahun harga kakao tidak pernah bagus. Harga bergitu-begitu saja, bahkan terus turun. Saya mengganti tanaman kakao dengan tanaman rumout. Masih ada harganya dan dicari ketimbang kakao” tutur Aris Sampelalu(45), petani kakao di Lembong Soluara, Kecamatan Sesean Soluara, Toraja Utara.
Menurut Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) Sulsel Andi Suulaiman Loeloe , walaupun harga jual biji kakao meningkat hampir 30% akibat kuatnya nilai dollar AS, namun tetap saja ada kenaikan biaya produksi seperti harga pupuk dan pembasmi hama sehingga tidak berpengaruh terhadap pendapatan petani. Saat ini petani kakao hanya bisa menikmati pendapatan bersih rata-rata Rp 12,8 juta per tahun, dimana jumlah itu masih setengah dari upah minimum provinsi Sulsel tahun 2015.
Panggah Susanto selaku Direktur Jenderal Industri Agro Kementrian Perindustrian mengatakan bahwa hirilisasi industry merupakan tindakan awal pemerintah demi meningkatkan nilai tambah kakao . Menurut Panggah, melalui hilirisasi ini, biji kakao akan mengalami beberapa proses tahapan yaitu difermentasi lalu diolah menjadi cocoa powder atau liquour serta cacao butter yang akan menjadi bahan baku di industry pengolahan.
Kendala yang dihadapi saat ini justru adalah kurangnya bahan baku bagi industri pengolahan dan banyaknya pembeli kakao tunggal, yakni dari kalangan industri yang jumlahnya hanya beberapa perusahaan sehingga mereka bisa mengatur harga di tingkat petani. Adanya pajak ekspor dan PPN 10 persen ikut memicu harga kakao di tingkat petani rendah, karena petani juga yang menanggung beban pajak.









Natasha Adriana/ 1305001343 (TTN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar