6 September 2015

Satu Hari di Klenteng

TANGERANG - Merah dimana-dimana, langit-langit, dinding, cahaya dari lampu, dan di pakaian orang-orang. Asap, tetapi baunya harum, Buah-buah ada di meja, burung-burung dilepas, apa ini? Inilah atmosfer Hari Tahun Baru Cina di Klenteng Yayasan Vihara Nimmala yang terletak di Tangerang.
Sedikit sejarah tentang Klenteng dan Vihara, pada dasarnya dua tempat itu berbeda dalam hal arsitektur, umat dan fungsi. Klenteng aslinya bukan hanya tempat untuk melakukan hal spritual saja, tetapi juga bisa untuk tempat aktifitas sosial masyarakat, dan Klenteng biasanya berarsitektur tradisional Tionghoa. Kalau Vihara memiliki arsiktektur lokal (yang berarti memiliki atmosfer negara atau tempat dimana Vihara itu berada) dan hanya berfungsi untuk hal-hal spiritual saja. Namun nama yang tertera di tempat di Tangerang ini adalah Yayasan Vihara Nimmala, tetapi orang-orang sudah biasa memanggil tempat itu klenteng.
Pada Februari lalu, Klenteng yang terletak di Tangerang ini kembali di ramaikan oleh banyak orang yang merayakan Tahun Baru Cina dengan melakukan banyak hal seperti berdoa, memberikan persembahan, melakukan pelepasan burung, dan lain sebagainya. Tetapi ternyata, Klenteng juga bisa dijadikan tempat untuk mencari nafkah untuk pekerjaan yang tidak biasa dilakukan di tempat itu, yaitu dengan mengemis. Dari pintu masuk Vihara Nimmala, ada beberapa ibu-ibu tua beserta anaknya datang mengharapkan untuk diberikan sesuatu, bahkan ada anak sampai masuk ke dalam untuk minta uang.
“Sekali-sekali ngasih uang ke orang lain ngga apa-apa. Kalo mereka mesti sampai minta-minta seperti itu, pasti merekalah yang lebih membutuhkan uang ini, toh mereka juga ngga minta banyak,” kata Bu Dian, salah satu pengunjung yang memberikan amplop-amplop merah kepada beberapa anak.
Jadi ternyata, yang bisa merasakan hoki di tahun baru Cina ini bukan hanya orang-orang Tionghoa dan Cina, tetapi yang lain juga.
Berdoa dan memberikan persembahan sudah menjadi tradisi di adat-adat Tionghoa seperti tahun baru Cina ini, tapi apakah artinya? Banyak orang memberikan jeruk, dalam bahasa Cina, jeruk biasa bila dikatakan akan terdengar seperti ‘kekayaan’ (dalam harta), dan jeruk keprok akan terdengar seperti ‘keberuntungan’. Dengan permainan kata dalam bahasa Cina, memberikan jeruk biasa dan jeruk keprok bisa diasosiasikan dengan memiliki kebahagiaan dan kemakmuran.
Salah satu tradisi lain dalam Tahun Baru Imlek ini adalah pembebasan burung. Fang Sheng, atau pembebasan binatang adalah istilah yang digunakan oleh umat Buddha dari Cina saat melakukan pembelian binatang-binatang yang akan dibunuh dan membebaskan mereka. Hal ini berasal dari Buddha sendiri, yang ingin mengajarkan kepada umatnya tentang kebaikan dan belas kasihan. Ada cerita dari Vinaya, salah satu kitab dari agama Buddha, yang menjelaskan bagaimana tradisi ini dimulai. Suatu hari ada seorang biarawan yang menemukan seekor babi yang terjerat di dalam perangkap seorang pemburu, merasa kasihan dengan keadaan buruk babi itu, babi itu dilepas olehnya. Saat era tersebut, biarawan itu lalu didakwa bersalah karena ia dianggap melakukan pencurian. Saat perkara ini dibawa kepada Buddha, Buddha membebaskan biarawan tersebut karena menurut perspektifnya, melakukan hal demikian karena belas kasihan bukanlah hal yang salah.
Tentu saja melepaskan babi di jaman tersebut lebih mudah dengan melepas babi sekarang, yang kalau dilepas akan berlari liar di jalanan-jalanan dan akan mengganggu warga setempat, apalagi di kota Tangerang. Jadi, penjual-penjual binatang di sekitar Klenteng memilih untuk menjual binatang-binatang yang lebih mudah untuk dibebaskan, demi menjalankan tradisi, yaitu burung-burung kecil.
Dan tentunya tidak lupa, tanpa ini, tradisi Cina sepertinya belum komplit, Barongsai. Bisa dillihat kepala dan badan barongsai ini juga diletakkan di Klenteng yang dipakai untuk pertunjukkan waktu malamnya, yang tentu menghibur semua penonton, dari anak-anak, sampai yang tua.
(Ditulis oleh: Reinaldo Oliver Daniel Yusak - 00000002015) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar