Jessica Natasha Madradi
00000003840
Matahari bersinar
terik. Orang-orang sibuk berjalan ke sana kemari. “Trak tak tak tak tak…” suara
mesin bemo nyaring melengking. Asap kendaraan dimana-mana. Debu jalanan tak
bersahabat. “Terus… terus…” tukang parkir sibuk memberi arahan. Mobil
berlalu-lalang di jalanan. Para penjual sibuk membuka lapak. Itulah keadaan
yang terjadi di tengah marak dan sibuknya ibukota di daerah Bendungan Hillir
atau yang biasa disebut Benhill, Minggu (5/4/2015).
Di mulai dari era tahun 1962 bemo ini sangat terkenal di
Indonesia. Awal mulanya, truk kecil beroda tiga ini adalah inovasi dari pabrik
terkenal Daihatsu, Jepang yang berfungsi untuk mengangkut barang. Yang
dinamakan daihatsu Midget (kerdil) karena ukurannya yang cukup kecil, dan
dipasarkan pada tahun 1957. Lalu, dieksporlah ke beberapa negara Asia termasuk
Indonesia. Tetapi, setelah masuk ke Indonesia, sebelumnya bemo dimaksudkan
untuk mengganti keberadaan becak. Dan karena lajunya yang terbilang cepat, bemo
sangat praktis serta dapat menjangkau jalan tikus yang ada di beberapa tempat
di plosok Jakarta.
Kendaraan unik beroda tiga berwarna biru ini mempunyai
bentuk yang unik dan sudah dapat dikatakan sebagai kendaraan “Legend” Indonesia
karena sudah menjadi Ikon angkutan Ibukota. Bemo dapat mengangkut kapasitas lebih
dari 6 penumpang di dalamnya termasuk sang pengemudi. Dengan bangku kayu
panjang berhadap-hadapan di bagian belakang, ditutupi bagian atasnya dengan
semacam kain agar tidak terkena terik matahari. Lebar kabin penumpang tak
lebih dari 60 centimeter. Panjangnya hampir satu meter. Plus empat jendela
kecil berukuran 30×30 centimeter penyumbang gemuruh angin yang sepoi-sepoi.
Dahulu, sistemnya kurang lebih seperti taksi. Keliling
Jakarta dan yang menaikinya adalah perorangan, kalau seperti sekarang ibarat
bajaj. Tetapi, sekitar tahun 1977, dinas perhubungan memberikan trayek
(rute/jalan yang ditempuh) pada semua pengemudi bemo, trayek tersebut adalah
Benhil-Tanah Abang, Manggarai-Pulo Gadung. Maka, pengemudi bemo tidak boleh
lagi sembarangan keliling Jakarta seperti dulu.
Bemo (Becak Motor) angkutan kota Jakarta ini memiliki
pangkalan tersediri dan saat ini masih beroperasi di daerah Pasar Tanah Abang,
Bendungan Hillir, Grogol, Karet, Pasar Baru serta Petamburan. Sistem biaya
angkutan ini terbilang relatif terjangkau. Karena walaupun jarak yang ditempuh
jauh atau pun dekat, biaya yang dikenakan semua dipukul rata. Per-orang hanya
ditarik biaya seharga Rp 3,000 rupiah saja. Dan rata-rata setiap harinya ia
dapat menarik 7 orang penumpang sekali jalan di kawasan benhil tersebut. Cukup
terjangkau bukan? Hal ini terjadi karna mungkin target penumpang hanyalah
masyarakat menengah kebawah karena tidak semua masyarakat itu memiliki
gaji/pemasukkan yang besar. Jadi merekalah yang harus bisa menimang-nimang
harga.
Walaupun kita pikir sudah jarang peminatnya, setelah mendengar
cerita dari seorang pengemudi bemo sekaligus ketua dan koordinator dari
komunitas bemo di kawasan Benhil tersebut, Bapak Hairul. Ia sangat senang
menjalani pekerjaan dan aktivitasnya sebagai pengemudi bemo hingga sekarang dan
terus bertahan sekitar kurang lebih 35 tahun silam. Setiap hari ia bangun jam
6.30 pagi, berangkat dari Palmerah rumahnya ke pangkalan untuk bertugas menarik
bemo hingga larut malam. ”Anak saya ada 7, dan Alhamdulillah semuanya bisa
bersekolah dari menarik bemo yang saya lakoni ini” ujar bapak Hairul. Mungkin
memang tidak ada pilihan lain selain menarik bemo karena usianya yang terpaut
tua dan tidak punya bekal ijazah untuk melamar kerja. “Kalo udah tua gini masih
banyak regenerasi yang mau kerja, biarkan yang muda yang kerja” ujarnya. Siapa
sangka hanya dengan menarik bemo ia dapat menafkahi istri dan ke-tujuh anaknya
hingga bersekolah dan menjadi penopang hidup keluarganya selama bertahun-tahun.
Meski bemo ini dibilang
sebagai kendaraan moyangnya angkot, onderdil dan perawatannya sangat mudah, onderdil
dan sparepartnya bisa kita beli di Tanah Abang, Sebab itulah yang bisa bikin
Bemo ini tetap awet muda. Dan ternyata,
karena masih banyak juga beberapa kalangan yang berminat untuk memakai jasa
bemo untuk bepergian. Mulai dari kalangan muda hingga tua (semua usia).
Biasanya yang menaiki bemo ini adalah ibu rumah tangga, anak sekolah, orang
perkantoran, mau pun pembantu di daerah warga benhil tersebut.
Menarik bukan? Selain terjangkau,
bemo ini juga aman karena penumpangnya tidak sendiri. Lumayan juga kan biar
kantong tetap irit. Walaupun kendaraan ini sudah terbilang hamper punah dan
terlupakan, apa salahnya kita sebagai warga Indonesia yang baik untuk terus
melestarikan dan menghargai hal-hal seperti ini. Masih banyak pula orang yang
tertarik dan menggunakan jasa bemo, daripada menggunakan kendaraan yang itu-itu
saja dan memakan biaya lebih.
Hingga puluhan tahun berlalu, Bapak
Hairul, Bapak Silaen, serta rekan penarik bemo lainnya tetap terus berjuang
mempertahankan keberadaan bemo yang hampir tersingkirkan di tengah ibukota demi
sumber penghasilan mereka untuk keluarganya. Walaupun beroda tiga dan terbilang
tua, bemo juga tidak ketinggalan jaman lho, masih kuat dan memiliki banyak
peminatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar