Sandiwara
Rakyat dari Jawa Barat
![Description: Macintosh HD:Users:adisutrisno:Documents:IMG_0895.JPG](file://localhost/Users/adisutrisno/Library/Caches/TemporaryItems/msoclip/0clip_image002.png)
Panggung
megah dengan suasana mencekram, aksi menggelegar para pemain teater dengan
penuh hayat menjalani perannya, tetapi bangku para penonton kosong melompong, itulah
suasana latihan teater Miss Tjijih yang dilakukan 3 jam pada setiap harinya.
“Pada masa kini masyarakat luas mungkin tidak banyak yang mengenal apa itu
sandiwara Miss Tjijih dan bahkan
tidak tahu menau soal masih adanya teater tradisional seperti ini, ya memang
sudah kalah dengan era digital sekarang ini.” Ucap kang Dadang sang asisten
sutradara atau astrada. Pria
kelahiran Bandung, tahun 1980 ini mengaku bergabung dengan sandiwara Miss
Tjijih sejak tahun 2010 setelah pembenahan Teater Tradisional bersama Dewan
Kesenian Jakarta. Tentu dengan background
‘orang seni’ apalagi beliau berasal dari daerah yang sama, pria berusia 35
tahun ini sangat tertarik untuk bergabung dengan Sandiwara Sunda seperti Miss
Tjijih. Menurutnya, pada zaman sekarang ini masyarakat harus lebih mengenal
budaya-budaya peninggalan agar dapat terus dilestarikan dan ‘tradisi’ harus
membenahi diri agar bisa menarik minat masyarakat luas dan tetap eksis di era digital seperti sekarang
ini.
Sandiwara
Miss Tjijih sendiri merupakan Sandiwara Sunda yang berdiri sejak tahun 1928.
Seperti yang dilihat dari namanya, Tjijih memang seorang Diva Sandiwara Sunda
yang lahir di Sumedang, Jawa Barat, pada tahun 1908 yang memiliki banyak
talenta seperti berakting, menari, menyanyi, dan juga rupanya yang cantik.
Sandiwara Sunda Miss Tjijih ini adalah bentukan dari suaminya yaitu Aboebakar
Bafaqih seorang pemilik Opera Valencia yang mengubah nama kelompoknya menjadi
tonil Miss Tjijih. Sepasang suami istri tersebut membentuk kelompok pentas ini
seperti sebuah keluarga hingga sekarang. Ya, sejak sepeninggalan Miss Tjijih
pada tahun 1939, Sandiwara Sunda ini tetap dijalankan dan hingga kini para
pemain sandiwara Miss Tjijih ini selalu turun temurun. Sutradara Sandiwara Miss
Tjijih kini adalah Ibu Imas. Wanita yang sekarang berusia 45 tahun itu
merupakan anak dari salah seorang pemain Teater Miss Tjijih terdahulu yaitu Pak
Tebah dan merupakan sutradara kedua peremuan setelah Miss Tjijih sendiri. Ibu
Imas dan para pemain disela-sela isitrahat latihan saling bercanda dan sangat
menyatu bagaikan keluarga. “Seperti inilah suasana latihan dan panggung
sederhana kita ini,” ucap Ibu Imas dengan logat sundanya. Pensiun sutradara
teater biasanya hingga akhir hidupnya, baru dapat digantikan dengan senior
lainnya, begitupun seterusnya. Selain bertemu Ibu Imas, saya juga diberi
kesempatan mewawancara seorang pemain senior yaitu Abah Iman. “Abah biasanya
bermain sebagai Bodoran.” Ucap pria berusia 70 tahun itu. Beliau mengaku sudah
bergabung dengan Sandiwara Miss Tjijih sejak tahun 1965. Anak-anaknya pun
diikut sertakan dalam peranan Sandiwara Sunda tersebut.
Menurut
abah iman, Sandiwara Miss Tjijih ini merupakan cikal bakal teater modern. Lihat saja dari lakon-lakon yang
ditampilkan pada setiap pertunjukannya yang identik dengan drama horror seperti
“Beranak di Dalam Kubur”, “Si Manis Jembatan Ancol” dan masih banyak lagi.
Film-film horror masa kini banyak mengambil cerita dari lakon-lakon Miss
Tjijih. Sekarang ini jumlah pemain teater Miss Tjijih berkisar dari 30 hingga
40 orang termasuk para pemain gamelan serta kru tata panggung. Terdahulu,
jumlah pemain terbilang lebih banyak dari yang sekarang apalagi sering tampil
dalam acara-acara penting kenegaraan, tentunya membutuhkan banyak tenaga.
Pertunjukkan
teater Miss Tjijih pernah diundang di Istana Bogor pada tahun 1931. Sandiwara
Miss Tjijih juga memiliki jadwal tetap tampil di Pasar Baroe, hingga Pasar
Baroe ditutup tahun 1936. Pada masa sekarang ini Sandiwara Miss Tjijih pernah
juga diundang tampil bersama TVRI, Galeri Indonesia Kaya, PT. Djarum Indonesia,
Festival Teater Jakarta di Taman Ismail Marzuki (TIM), dan masih banyak lagi.
Tetapi, jika ingin menikmati pagelaran sandiwara Miss Tjijih ini dapat langsung
mendatangi Gedung Kesenian Miss Tjijih yang kini terletak di Jl Kabel Pendek,
Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Dengan hanya mengeluarkan biaya minim yaitu 10
ribu rupiah saja, para penonton disajikan penampilan lakon-lakon Miss Tjijih
selama 2 jam dengan pentas khas bahasa sunda. Kini, pertunjukan teater
tradisional tersebut hanya dipentaskan dua kali dalam satu bulan.
Sebelum
kelompok pentas Miss Tjijih menetap di Cempaka Putih dan gedung tersebut masuk
dalam APBD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak 2001, pertunjukkan teater
tradisional ini sempat berpindah-pindah. Gedung Kramat Raya merupakan awal
dijadikan tempat pementasan pada tahun 1936. Kemudian berpindah ke Gedung Angke
yang tepatnya disebelah stasiun Tanah Abang hingga tergusur pada tahun 1987.
Dan sampai saat ini menetap di Gedung Kesenian
Miss Tjijih tersebut di Cempaka Putih, walau sempat mengalami kebakaran
hebat pada tahun 1997. Setelah dibentuk yayasan, gedung tersebut mendapat
subsidi dari pemerintah setiap tahunnya.
Tempat
tinggal para pemainpun juga disediakan tepat di belakang gedung. Suasana gedung
dan tempat tinggal seakan tidak pernah sepi dan selalu ramai akan anak-anak
apalagi pada sore hari. Mess sederhana yang ada di belakang gedung pementesan
menjadi tempat berkumpulnya para pemain beserta keluarganya yang mengabdikan
hidupnya untuk teater tradisional sunda tersebut. Meski demikian, saat ini mereka
tak dapat lagi bertumpu hanya dari hasil pementasan semata, sehingga harus
memiliki keahlian diri sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sejumlah anggota
teater Miss Tjijih ada yang bekerja sebagai PNS, sopir, kondektur angkutan
umum, buruh bangunan dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar