21 September 2015

Meinia Mutiara Sari - 00000001021

Sandiwara Rakyat dari Jawa Barat


Description: Macintosh HD:Users:adisutrisno:Documents:IMG_0895.JPG


Panggung megah dengan suasana mencekram, aksi menggelegar para pemain teater dengan penuh hayat menjalani perannya, tetapi bangku para penonton kosong melompong, itulah suasana latihan teater Miss Tjijih yang dilakukan 3 jam pada setiap harinya. “Pada masa kini masyarakat luas mungkin tidak banyak yang mengenal apa itu sandiwara Miss Tjijih dan bahkan tidak tahu menau soal masih adanya teater tradisional seperti ini, ya memang sudah kalah dengan era digital sekarang ini.” Ucap kang Dadang sang asisten sutradara atau astrada. Pria kelahiran Bandung, tahun 1980 ini mengaku bergabung dengan sandiwara Miss Tjijih sejak tahun 2010 setelah pembenahan Teater Tradisional bersama Dewan Kesenian Jakarta. Tentu dengan background ‘orang seni’ apalagi beliau berasal dari daerah yang sama, pria berusia 35 tahun ini sangat tertarik untuk bergabung dengan Sandiwara Sunda seperti Miss Tjijih. Menurutnya, pada zaman sekarang ini masyarakat harus lebih mengenal budaya-budaya peninggalan agar dapat terus dilestarikan dan ‘tradisi’ harus membenahi diri agar bisa menarik minat masyarakat luas dan tetap eksis di era digital seperti sekarang ini.

Sandiwara Miss Tjijih sendiri merupakan Sandiwara Sunda yang berdiri sejak tahun 1928. Seperti yang dilihat dari namanya, Tjijih memang seorang Diva Sandiwara Sunda yang lahir di Sumedang, Jawa Barat, pada tahun 1908 yang memiliki banyak talenta seperti berakting, menari, menyanyi, dan juga rupanya yang cantik. Sandiwara Sunda Miss Tjijih ini adalah bentukan dari suaminya yaitu Aboebakar Bafaqih seorang pemilik Opera Valencia yang mengubah nama kelompoknya menjadi tonil Miss Tjijih. Sepasang suami istri tersebut membentuk kelompok pentas ini seperti sebuah keluarga hingga sekarang. Ya, sejak sepeninggalan Miss Tjijih pada tahun 1939, Sandiwara Sunda ini tetap dijalankan dan hingga kini para pemain sandiwara Miss Tjijih ini selalu turun temurun. Sutradara Sandiwara Miss Tjijih kini adalah Ibu Imas. Wanita yang sekarang berusia 45 tahun itu merupakan anak dari salah seorang pemain Teater Miss Tjijih terdahulu yaitu Pak Tebah dan merupakan sutradara kedua peremuan setelah Miss Tjijih sendiri. Ibu Imas dan para pemain disela-sela isitrahat latihan saling bercanda dan sangat menyatu bagaikan keluarga. “Seperti inilah suasana latihan dan panggung sederhana kita ini,” ucap Ibu Imas dengan logat sundanya. Pensiun sutradara teater biasanya hingga akhir hidupnya, baru dapat digantikan dengan senior lainnya, begitupun seterusnya. Selain bertemu Ibu Imas, saya juga diberi kesempatan mewawancara seorang pemain senior yaitu Abah Iman. “Abah biasanya bermain sebagai Bodoran.” Ucap pria berusia 70 tahun itu. Beliau mengaku sudah bergabung dengan Sandiwara Miss Tjijih sejak tahun 1965. Anak-anaknya pun diikut sertakan dalam peranan Sandiwara Sunda tersebut.

Menurut abah iman, Sandiwara Miss Tjijih ini merupakan cikal bakal teater modern. Lihat saja dari lakon-lakon yang ditampilkan pada setiap pertunjukannya yang identik dengan drama horror seperti “Beranak di Dalam Kubur”, “Si Manis Jembatan Ancol” dan masih banyak lagi. Film-film horror masa kini banyak mengambil cerita dari lakon-lakon Miss Tjijih. Sekarang ini jumlah pemain teater Miss Tjijih berkisar dari 30 hingga 40 orang termasuk para pemain gamelan serta kru tata panggung. Terdahulu, jumlah pemain terbilang lebih banyak dari yang sekarang apalagi sering tampil dalam acara-acara penting kenegaraan, tentunya membutuhkan banyak tenaga.

Pertunjukkan teater Miss Tjijih pernah diundang di Istana Bogor pada tahun 1931. Sandiwara Miss Tjijih juga memiliki jadwal tetap tampil di Pasar Baroe, hingga Pasar Baroe ditutup tahun 1936. Pada masa sekarang ini Sandiwara Miss Tjijih pernah juga diundang tampil bersama TVRI, Galeri Indonesia Kaya, PT. Djarum Indonesia, Festival Teater Jakarta di Taman Ismail Marzuki (TIM), dan masih banyak lagi. Tetapi, jika ingin menikmati pagelaran sandiwara Miss Tjijih ini dapat langsung mendatangi Gedung Kesenian Miss Tjijih yang kini terletak di Jl Kabel Pendek, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Dengan hanya mengeluarkan biaya minim yaitu 10 ribu rupiah saja, para penonton disajikan penampilan lakon-lakon Miss Tjijih selama 2 jam dengan pentas khas bahasa sunda. Kini, pertunjukan teater tradisional tersebut hanya dipentaskan dua kali dalam satu bulan.

Sebelum kelompok pentas Miss Tjijih menetap di Cempaka Putih dan gedung tersebut masuk dalam APBD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak 2001, pertunjukkan teater tradisional ini sempat berpindah-pindah. Gedung Kramat Raya merupakan awal dijadikan tempat pementasan pada tahun 1936. Kemudian berpindah ke Gedung Angke yang tepatnya disebelah stasiun Tanah Abang hingga tergusur pada tahun 1987. Dan sampai saat ini menetap di Gedung Kesenian  Miss Tjijih tersebut di Cempaka Putih, walau sempat mengalami kebakaran hebat pada tahun 1997. Setelah dibentuk yayasan, gedung tersebut mendapat subsidi dari pemerintah setiap tahunnya.

Tempat tinggal para pemainpun juga disediakan tepat di belakang gedung. Suasana gedung dan tempat tinggal seakan tidak pernah sepi dan selalu ramai akan anak-anak apalagi pada sore hari. Mess sederhana yang ada di belakang gedung pementesan menjadi tempat berkumpulnya para pemain beserta keluarganya yang mengabdikan hidupnya untuk teater tradisional sunda tersebut. Meski demikian, saat ini mereka tak dapat lagi bertumpu hanya dari hasil pementasan semata, sehingga harus memiliki keahlian diri sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sejumlah anggota teater Miss Tjijih ada yang bekerja sebagai PNS, sopir, kondektur angkutan umum, buruh bangunan dan lain-lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar