6 September 2015

“Becakku … Kesayanganku”

oleh Natasha Adriana(1305001343)





“saya mau tamasya
berkeliling keliling kota
hendak melihat-lihat keramaian yang ada
saya panggilkan becak
kereta tak berkuda
becak, becak, coba bawa saya. .”
Lirik lagu anak “Naik Becak” karya Ibu Sud

Rasanya “kereta tak berkuda” yang satu ini semakin lama menjadi kendaraan yang semakin langka di tengah kota modern sekarang ini, khususnya di Jakarta. Kendaraan bermotor yang menghasilkan polusi terlihat mendominasi setiap sudut kota-kota besar. Namun , siapa menyangka ternyata masih ada segelintir orang yang memanfaatkan becak sebagai kendaraan umum. Bukan Jogja, Surabaya ataupun Pekalongan ,  tetapi lebih tepatnya di pusat kota Tangerang .

“Krincing . . krincing. . krincing . .” bunyi suara lonceng kecil turut mengiringi setiap ayuhan kaki penuh semangat seorang lelaki paruh baya bertubuh kecil nan kuat  , Bang Udin namanya . Ia cukup dikenal di kalangan pelanggan becak, khususnya ibu-ibu perumahan komplek Duta Garden yang suka pergi berbelanja ke pasar. Salah satunya Ibu Nanik , “Saya udah biasa ama dia, baek sih orangnya ga macem-macem kan kalo udah kenal lebih enak aja” .Bang Udin ternyata sudah menarik becak selama kurang lebih 8 tahun di sekitar perumahan tersebut. “Saya mah narik becak udah dari sebelom Duta dibangun , cuman kalo di dalem Duta nya mah. . ya kira-kira 8 tahunan lah” ujar bang Udin yang senyum-senyum penuh bangga saat bercerita .

Aksen betawi yang kental sangat melekat dalam setiap perkataan yang dilontarkan bang Udin, seperti saat ia menceritakan keluarganya. Ia merasa dengan menjadi tukang becak , sangatlah membantunya dalam mencari sesuap nasi untuk kelima anaknya. Ya, memiliki lima anak dengan kondisi ekonomi yang minim sangatlah sulit, bang Udin pun turut senyam-senyum malu saat ditanya berapa anak yang ia miliki. Namun ia menyadari konsekuensi yang ia harus hadapi dalam memenuhi kebutuhan mereka. “ Ya.. cari kerja susah neng, dulu mah mana kepikiran mau kerja apa. Udah deh jadi tukang becak aja gampang . .” gerutu Bang Udin . Menghidupi tujuh anggota keluarga termasuk dirinya, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah .
“Ini alhamdulilah tiga anak udah keluar semua, udah married .. jadi ga biayaain lagi, tinggal 2 nih yang masih butuh biaya” curhatnya lebih lanjut. Jidatnya kembali mengerut saat mengeluarkan segala keluhan tentang naiknya kebutuhan pokok saat ini, terlebih juga karena ia juga masih menyekolahkan dua anaknya yang terakhir.

Becak kuning yang berkursi merah marun tua tersebut ternyata sudah menjadi milik pribadi bang Udin. Meskipun cat luarnya terlihat luntur dan besi penopangnya sudah berkarat, terlihat bahwa bang Udin merawat becaknya tersebut dengan penuh perhatian. Untuk becak yang berumur 10 tahun, tidaklah mungkin bantalannya masih terasa keras untuk diduduki. Rantai rodanya pun terlihat  masih kokoh untuk dikendarai. Bang Udin menarik becaknya setiap hari dari pukul enam pagi sampai tiga sore. Hari Senin sampai Jumat , ia mendapat hasil yang cukup memuaskan namun sebaliknya di hari Sabtu-Minggu . “Lumayan sih neng kerja begini . . kadang kalo lagi rame banget bisa ampe cepe lebih, tapi kalo lagi sepi ya cuman 30-40” ujar bang Udin.

Untuk menambah uang hasil “narik” becak, ternyata ia juga mempunyai sepeda motor second yang ia jadikan sebagai ojek . Setelah “narik” becak sampai pukul tiga sore, ia pun melanjutkan sambilan sebagai tukang ojek . Namun ia mengaku motor tersebut masih dalam tahap kredit . “ Saya punya sambilan juga jadi tukang ojek, kadang dimintain orang pasar suka nganter-nganter barang ke Citra Garden saya mah oke aja. Sekali nganter bisa dapet cepe. . kan lumayan” . Selain bekerja sambilan menjadi tukang ojek, bang Udin ini menerima tawaran kerja lain yang bisa ia lakukan seperti tukang potong tanaman, ataupun ngecat rumah. “ apa aja lah ayo.. yang penting mah halal yak jawab Bang Udin dengan senyuman lebar .

Populasi becak di kawasan Tangerang memang semakin lama semakin berkurang. Tujuh tahun yang lalu, kuantitas becak di kawasan perumahan Duta Garden bisa dikatakan sangat banyak. Apa mau dikata, dengan semakin majunya jaman, budaya “instan” rasanya melekat dalam pikiran masyarakat. Mereka lebih memilih membawa kendaraan pribadi sendiri karena dianggap lebih efisien dan efektif. “Iya emang makin lama makin berkurang, dulu mah banyak banget becak…lama-lama pada bawa sendiri, dijemput pada kendaraan sendiri. Ya becaknya juga jadi berkurang, pada jadi ojek semua.” tutur Bang Udin

Meskipun peminat becak sekarang berkurang, bang Udin tidak pernah kepikiran untuk meninggalkan becak. Ojek pun masih menjadi profesi sambilannya, dan bukan prioritas pekerjaan utamanya. Rasa sayangnya terhadap becak satu-satunya sepertinya tidak akan lekang oleh waktu.  “enggak, saya mah gak akan ngelepasin nih becak, sayang atuh. . ini dari dulu yang ngehidupin saya sama keluarga” jawab Bang Udin sambil menepuk elus kap terpal becaknya dan menatap penuh sayang kearahnya. Ia merasa tidak pernah sekalipun menyesal memutuskan untuk menjadi tukang becak. Rasa capek dan pegal tidak membuat bang Udin rela untuk meninggalkan becaknya terlantar. Bagi Bang Udin, yang terpenting adalah bagaimana ia bisa menyekolahkan kedua anaknya , melunasi biaya kredit motor secondnya dan tetap bisa menghidupi keluarganya dengan pekerjaan halal.

 Sederhana, namun penuh perjuangan. Mungkin kata-kata itu yang tepat menggambarkan kehidupan seorang abang tukang becak .Rasanya bagai bumi dan langit dengan kehidupan mewah beberapa kalangan masyarakat yang menghambur-hamburkan uang hanya demi sebuah pengakuan. Penghasilan bang Udin sehari “narik” pun mungkin dianggap hanya untuk biaya sekali nongkrong cantik di café .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar