“Becakku … Kesayanganku”
oleh Natasha Adriana(1305001343)
“saya mau
tamasya
berkeliling
keliling kota
hendak
melihat-lihat keramaian yang ada
saya
panggilkan becak
kereta tak
berkuda
becak,
becak, coba bawa saya. .”
Lirik
lagu anak “Naik Becak” karya Ibu Sud
Rasanya
“kereta tak berkuda” yang satu ini semakin lama menjadi kendaraan yang semakin langka
di tengah kota modern sekarang ini, khususnya di Jakarta. Kendaraan bermotor
yang menghasilkan polusi terlihat mendominasi setiap sudut kota-kota besar.
Namun , siapa menyangka ternyata masih ada segelintir orang yang memanfaatkan
becak sebagai kendaraan umum. Bukan Jogja, Surabaya ataupun Pekalongan , tetapi lebih tepatnya di pusat kota Tangerang
.
“Krincing . . krincing. . krincing . .” bunyi suara lonceng kecil turut
mengiringi setiap ayuhan kaki penuh semangat seorang lelaki paruh baya bertubuh
kecil nan kuat , Bang Udin namanya . Ia
cukup dikenal di kalangan pelanggan becak, khususnya ibu-ibu perumahan komplek Duta
Garden yang suka pergi berbelanja ke pasar. Salah satunya Ibu Nanik , “Saya
udah biasa ama dia, baek sih orangnya ga macem-macem kan kalo udah kenal lebih
enak aja” .Bang Udin ternyata sudah menarik becak selama kurang lebih 8 tahun
di sekitar perumahan tersebut. “Saya mah narik becak udah dari sebelom Duta
dibangun , cuman kalo di dalem Duta nya mah. . ya kira-kira 8 tahunan lah” ujar
bang Udin yang senyum-senyum penuh bangga saat bercerita .
Aksen
betawi yang kental sangat melekat dalam setiap perkataan yang dilontarkan bang
Udin, seperti saat ia menceritakan keluarganya. Ia merasa dengan menjadi tukang
becak , sangatlah membantunya dalam mencari sesuap nasi untuk kelima anaknya. Ya,
memiliki lima anak dengan kondisi ekonomi yang minim sangatlah sulit, bang Udin
pun turut senyam-senyum malu saat ditanya berapa anak yang ia miliki. Namun ia
menyadari konsekuensi yang ia harus hadapi dalam memenuhi kebutuhan mereka. “
Ya.. cari kerja susah neng, dulu mah mana kepikiran mau kerja apa. Udah deh jadi tukang becak aja gampang .
.” gerutu Bang Udin . Menghidupi tujuh anggota keluarga termasuk dirinya,
bukanlah suatu pekerjaan yang mudah .
“Ini
alhamdulilah tiga anak udah keluar
semua, udah married .. jadi ga biayaain lagi, tinggal 2 nih yang masih butuh biaya” curhatnya lebih
lanjut. Jidatnya kembali mengerut saat mengeluarkan segala keluhan tentang naiknya
kebutuhan pokok saat ini, terlebih juga karena ia juga masih menyekolahkan dua
anaknya yang terakhir.
Becak
kuning yang berkursi merah marun tua tersebut ternyata sudah menjadi milik pribadi
bang Udin. Meskipun cat luarnya terlihat luntur dan besi penopangnya sudah
berkarat, terlihat bahwa bang Udin merawat becaknya tersebut dengan penuh
perhatian. Untuk becak yang berumur 10 tahun, tidaklah mungkin bantalannya masih
terasa keras untuk diduduki. Rantai rodanya pun terlihat masih kokoh untuk dikendarai. Bang Udin
menarik becaknya setiap hari dari pukul enam pagi sampai tiga sore. Hari Senin
sampai Jumat , ia mendapat hasil yang cukup memuaskan namun sebaliknya di hari
Sabtu-Minggu . “Lumayan sih neng kerja begini . . kadang kalo lagi rame banget
bisa ampe cepe lebih, tapi kalo lagi
sepi ya cuman 30-40” ujar bang Udin.
Untuk
menambah uang hasil “narik” becak, ternyata ia juga mempunyai sepeda motor second
yang ia jadikan sebagai ojek . Setelah “narik” becak sampai pukul tiga sore, ia
pun melanjutkan sambilan sebagai tukang ojek . Namun ia mengaku motor tersebut masih
dalam tahap kredit . “ Saya punya sambilan juga jadi tukang ojek, kadang
dimintain orang pasar suka nganter-nganter barang ke Citra Garden saya mah oke
aja. Sekali nganter bisa dapet cepe.
. kan lumayan” . Selain bekerja sambilan menjadi tukang ojek, bang Udin ini
menerima tawaran kerja lain yang bisa ia lakukan seperti tukang potong tanaman,
ataupun ngecat rumah. “ apa aja lah ayo.. yang penting mah halal yak” jawab Bang Udin dengan senyuman lebar .
Populasi
becak di kawasan Tangerang memang semakin lama semakin berkurang. Tujuh tahun
yang lalu, kuantitas becak di kawasan perumahan Duta Garden bisa dikatakan
sangat banyak. Apa mau dikata, dengan semakin majunya jaman, budaya “instan”
rasanya melekat dalam pikiran masyarakat. Mereka lebih memilih membawa
kendaraan pribadi sendiri karena dianggap lebih efisien dan efektif. “Iya emang
makin lama makin berkurang, dulu mah banyak banget becak…lama-lama pada bawa
sendiri, dijemput pada kendaraan sendiri. Ya becaknya juga jadi berkurang, pada
jadi ojek semua.” tutur Bang Udin
Meskipun
peminat becak sekarang berkurang, bang Udin tidak pernah kepikiran untuk
meninggalkan becak. Ojek pun masih menjadi profesi sambilannya, dan bukan
prioritas pekerjaan utamanya. Rasa sayangnya terhadap becak satu-satunya
sepertinya tidak akan lekang oleh waktu.
“enggak, saya mah gak akan ngelepasin nih becak, sayang atuh. . ini dari
dulu yang ngehidupin saya sama keluarga” jawab Bang Udin sambil menepuk elus
kap terpal becaknya dan menatap penuh sayang kearahnya. Ia merasa tidak pernah
sekalipun menyesal memutuskan untuk menjadi tukang becak. Rasa capek dan pegal
tidak membuat bang Udin rela untuk meninggalkan becaknya terlantar. Bagi Bang
Udin, yang terpenting adalah bagaimana ia bisa menyekolahkan kedua anaknya ,
melunasi biaya kredit motor secondnya
dan tetap bisa menghidupi keluarganya dengan pekerjaan halal.
Sederhana, namun
penuh perjuangan. Mungkin kata-kata itu yang tepat menggambarkan kehidupan
seorang abang tukang becak .Rasanya bagai bumi dan langit dengan kehidupan
mewah beberapa kalangan masyarakat yang menghambur-hamburkan uang hanya demi
sebuah pengakuan. Penghasilan bang Udin sehari “narik” pun mungkin dianggap
hanya untuk biaya sekali nongkrong
cantik di café .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar