Tetanggaan, Masjid dan Kelenteng ini Tetap Akur
Oleh : M E L L Y
S A
T
|
oleransi
di Indonesia tak hanya terlihat dari kerukunan umat beragamanya, tetapi juga
tata kotanya. Salah satunya terlihat di
kota Muntok. Penduduk yang terdiri dari
berbagai suku, membuat kota ini tumbuh dan berkembang menjadi kota yang
menarik. Kerukunan yang terjadi di kota
ini seperti sudah menjadi wasiat nenek moyang yang kudu dilaksanakan.
Kebanyakan
dari dulu memang keturunan Tionghoa dan Melayu jadi sudah dibiasakan (bersama),
misal main dari kecil,” ujar salah satu Humas Masjid Jami’, Sulawejadi A.
Kadir.
Masjid
dan Klenteng yang bertetanggaan
menjadi salah satu bentuk nyata dari sikap saling menghargai antar umat
beragama di kota ini. Letak Kelenteng
Kong Fuk Miau dan Masjid Jami yang bersebelahan membuat dua bangunan ini
menjadi icon dari Kampung Tanjung, Kecamatan Muntok, Bangka Belitung.
“
Klenteng Kong Fuk Miau dan Masjid Jami suah bertetangga selama lebih dari 130
tahun,” ujar So Chin Siong, penjaga
klenteng.
Selama
itu pula jemaat dari kedua tempat ibadah itu saling mendukung, menghargai. Tenggang rasa dan kerukunan antar masyarakat
Muntok juga diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Keakraban ini juga diwujudkan dalam hal kecil
seperti saling mengunjungi saat hari raya.
“Masyarakat Muntok yang Muslim dan non-Muslim memang dari
dulu akrab. Kalau hari raya apa, yang lain datang, begitu sebaliknya,” ucap
Najib salah seorang Humas Masjid Jami.
Warung kopi didekat tempat ibadah menjadi saksi keakraban
agama disana. Mulai dari isu lingkungan
hingga isu nasional-pun menjadi topik hangat yang dibahas di warung kopi
itu.
Kedua
tempat ibadah itu, juga saling bertoleransi dalam melakukan ibadahnya
masing-masing. So Chin Siong
menjelaskan, jika Masjid Jami sedang melaksanakan ibadah, maka klenteng akan
rehat sejenak dari kegiatannya dan memberikan kesempatan bagi Jemaah Masjid
untuk beribadah.
Bagi
Bong Sen Khian, kerukunan yang terus terjalin disebabkan adanya saling
pengertian dan tenggang rasa. Ketua
Kelenteng Kong Fuk Miau ini juga membenarkan ucapan So Chin Siong.
“Islam kan ada waktu (ibadah), kita
tidak. Jadi kalau ada waktu mereka
ibadah ya mereka harus di waktu itu, kami yang mengalah dengan dimajukan atau
dimundurkan,” ungkapnya.
Asen beranggapan bahwa cara pandang
masyatakat yang menilai perbedaan bukan menjadi sebuah penghalang untuk bersatu
merupakan salah satu resep mengapa kerukunan tetap terjadi di Muntok selama
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar