11 Oktober 2015

Tetanggan, Masjid dan Kelenteng ini Tetap Akur

Tetanggaan, Masjid dan Kelenteng ini Tetap Akur
Oleh : M E L L Y S A
T
oleransi di Indonesia tak hanya terlihat dari kerukunan umat beragamanya, tetapi juga tata kotanya.  Salah satunya terlihat di kota Muntok.  Penduduk yang terdiri dari berbagai suku, membuat kota ini tumbuh dan berkembang menjadi kota yang menarik.  Kerukunan yang terjadi di kota ini seperti sudah menjadi wasiat nenek moyang yang kudu dilaksanakan. 
Kebanyakan dari dulu memang keturunan Tionghoa dan Melayu jadi sudah dibiasakan (bersama), misal main dari kecil,” ujar salah satu Humas Masjid Jami’, Sulawejadi A. Kadir. 
Masjid dan Klenteng yang bertetanggaan menjadi salah satu bentuk nyata dari sikap saling menghargai antar umat beragama di kota ini.  Letak Kelenteng Kong Fuk Miau dan Masjid Jami yang bersebelahan membuat dua bangunan ini menjadi icon dari Kampung Tanjung, Kecamatan Muntok, Bangka Belitung. 
“ Klenteng Kong Fuk Miau dan Masjid Jami suah bertetangga selama lebih dari 130 tahun,”  ujar So Chin Siong, penjaga klenteng. 
Selama itu pula jemaat dari kedua tempat ibadah itu saling mendukung, menghargai.  Tenggang rasa dan kerukunan antar masyarakat Muntok juga diterapkan pada kehidupan sehari-hari.  Keakraban ini juga diwujudkan dalam hal kecil seperti saling mengunjungi saat hari raya. 
“Masyarakat Muntok yang Muslim dan non-Muslim memang dari dulu akrab. Kalau hari raya apa, yang lain datang, begitu sebaliknya,” ucap Najib salah seorang Humas Masjid Jami. 
Warung kopi didekat tempat ibadah menjadi saksi keakraban agama disana.  Mulai dari isu lingkungan hingga isu nasional-pun menjadi topik hangat yang dibahas di warung kopi itu. 
Kedua tempat ibadah itu, juga saling bertoleransi dalam melakukan ibadahnya masing-masing.  So Chin Siong menjelaskan, jika Masjid Jami sedang melaksanakan ibadah, maka klenteng akan rehat sejenak dari kegiatannya dan memberikan kesempatan bagi Jemaah Masjid untuk beribadah. 
Bagi Bong Sen Khian, kerukunan yang terus terjalin disebabkan adanya saling pengertian dan tenggang rasa.  Ketua Kelenteng Kong Fuk Miau ini juga membenarkan ucapan So Chin Siong.
“Islam kan ada waktu (ibadah), kita tidak.  Jadi kalau ada waktu mereka ibadah ya mereka harus di waktu itu, kami yang mengalah dengan dimajukan atau dimundurkan,” ungkapnya. 
Asen beranggapan bahwa cara pandang masyatakat yang menilai perbedaan bukan menjadi sebuah penghalang untuk bersatu merupakan salah satu resep mengapa kerukunan tetap terjadi di Muntok selama ini. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar