25 Oktober 2015

Buya Syafii Kecam Bos Media

Oleh : Cheryl Antoinette - 00000000304

Setelah 17 tahun reformasi, kebebasan wartawan tetap menjadi masalah yang sering diperbincangkan. Tidak seperti pada masa Orde Baru, kebebasan wartawan kali ini terancam bukan dari pemerintah lagi melainkan dari internal perusahaan yaitu dari Bos Media.

“Bos media hanya ingin mencapai keuntungan mereka sendiri. Kita tahu banyak media besar tetapi memberi gaji wartawannya saja sangat kecil,” ujar Syafii Maarif saat memberikan orasi budaya pada HUT ke-21 AJI di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (4/9/2015) malam.




JAKARTA- Buya mengatakan kondisi ini membuat wartawan menjadi hilang nyali, sehingga wartawan menjadi tidak konsisten dalam menulis kasus-kasus yang terkait dengan kepentingan publik. Suatu saat wartawan menjadi berani menjaga independensi media, tetapi di lain situasi wartawan menjadi takut karena berita tersebut ada kaitannya dengan pemilik media. “Idealisme harus dibawa sampai mati, tanam! Wartawan jangan jadi musiman!” kata Buya.

Dengan kondisi seperti ini, sangat sulit kita berharap munculnya wartawan yang bernyali rajawali. Menurut Buya, Indonesia membutuhkan wartawan petarung  yang berani untuk berkonsisten dan memiliki independennsi dalam menyajikan berita yang sesuai dengan fakta. “Kita perlu orang-orang seperti Udin, Mochtar Lubis. Saya berharap dari AJI akan muncul wartawan-wartawan sekaliber mereka ini,” harap Buya Syafii

Meskipun demikian, Buya berharap kondisi ini tidak menjadi hambatan bagi wartawan-wartawan muda yang memiliki idealisme tinggi. “Kita punya anak-anak muda yang peduli pada kebebasan ini, walau tidak banyak. Namun jika mereka bertahan, kita masih punya harapan,” ujar Buya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Ging Ginanjar. Oleh sebab itu Ging selaku Dewan Juri Udin Award 2015 tidak bisa memberikan penghargaan Udin Award tahun ini. Dewan juri mengatakan bahwa belum ada yang pantas dan layak menerimanya. “Komunitas pers kian cenderung berkompromi dan tidak melawan pembungkaman kemerdekaan pers,” kata anggota Dewan Juri Udin Award 2015, Ging Ginanjar, di gedung perfilman Usmar Ismail.

Akibat minimnya jumlah wartawan yang ideal ditambah lagi ancaman dari bos media, maka jumlah berita yang berkualitas pun semakin sedikit. Oleh sebab itu, ketua AJI (Aliansi Jurnalisme Independen), Suwarjono menghimbau masyarakat untuk lebih cerdas memilih media. “Kita sebagai masyarakat harus paham mana informasi yang bermutu dan tidak, media sekarang ini melakukan segala cara, yang penting beritanya disukai pembaca. Sekarang ini mereka hanya sekadar mengejar traffic, oplah, rating dan lain-lain,” kata Suwarjono dalam pembukaan acara HUT ke-21 AJI.

Meskipun masih ada masalah dalam kebebasan jurnalistik, anggota Dewan Pers Nezar Patria mengatakan kondisi saat ini jauh lebih baik dibandingkan masa lalu. Pendapat Nezar didasarkan oleh jumlah laporan yang semakin sedikit, dan tingkat penyelesaian perkara yang lebih cepat terselesaikan. “Kebebasan pers saat ini masih terbilang sehat, ditambah lagi masukan-masukan dewan pers terkait masalah sengketa pers lebih didengar oleh pihak yang bersengketa,” ujar Nezar Patria seusai menghadiri HUT AJI ke-21.

 Apa yang diucapkan Nezar senada dengan data Dewan Pers yang terhitung selama 2014, tercatat 40 kasus kekerasan yang merupakan ancaman bagi kebebasan pers. Sedangkan tahun 2015, tercatat kasus menurun menjadi 37 kasus kekerasan. Sebelas dari 37 kasus kekerasan ini dilakukan oleh pihak polisi, enam kasus dilakukan orang tak dikenal, empat kasus dilakukan satuan pengamanan atau keamanan, empat kasus dilakukan massa, dan lainnya oleh berbagai macam profesi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar